Prasangka dan Diskriminasi adalah Hal yang "Dipelajari"

Teori belajar sosial Albert Bandura menyatakan bahwa "perilaku dipelajari dari lingkungan melalui proses pembelajaran observasional". Adalah keyakinan Bandura bahwa manusia adalah pengolah informasi yang aktif dan memikirkan hubungan antara perilaku dan konsekuensinya. Selanjutnya, kecuali proses kognitif sedang berjalan, pembelajaran observasional tidak dapat terjad. Oleh karena itu, dengan cara yang sama seperti seorang anak dapat belajar marah atau menyerang orang lain dari pengamatan, mereka juga dapat mempelajari prasangka, dan di negara yang semakin beragam, penting bahwa tindakan yang tepat, seperti pengaruh orangtua, diambil untuk mengurangi prasangka ini sebanyak mungkin.

Percobaan boneka Bobo yang terkenal yang dilakukan oleh Bandura menunjukkan bagaimana anak-anak mengamati orang-orang yang berperilaku di sekitarnya dengan berbagai cara. Anak-anak mengamati individu yang disebut sebagai panutan. Menurut McLeod, "Anak-anak dikelilingi oleh banyak panutan berpengaruh, seperti orangtua di dalam keluarga, karakter di TV anak-anak, teman di dalam kelompok sebaya dan guru mereka di sekolah". McLeod lebih lanjut menyatakan bahwa anak-anak mengamati model dan mengkodekan perilaku mereka. Selanjutnya, anak-anak dapat menyalin perilaku yang sebelumnya diamati. Anak-anak dapat melakukan ini terlepas dari apakah tingkah lakunya "sesuai gender" atau tidak, tetapi ada sejumlah proses yang membuat seorang anak lebih memungkinkan berperilaku yang dianggap masyarakatnya sesuai dengan jenis kelaminnya.

Anak-anak belajar prasangka dan mempraktekkan diskriminasi dengan mengamati masyarakat di mana prasangka berada. Misalnya, anak-anak bisa mempelajarinya dari menonton televisi, atau membaca buku atau majalah. Prasangka didefinisikan sebagai "sikap atau pendapat tentang seseorang atau kelompok hanya karena orang tersebut termasuk dalam agama, ras, kebangsaan, atau kelompok tertentu. Diskriminasi di sisi lain adalah "ketika orang bertindak berdasarkan prasangka atau stereotip mereka. Pikiran dan perasaan anak-anak dipengaruhi secara signifikan oleh orang-orang di sekitar mereka. Oleh karena itu, mereka mungkin mengamati bahwa beberapa orang tidak akan bergaul dengan anggota kelompok tertentu, dan orang dari anggota kelompok tersebut biasanya tidak akan memiliki pengaruh di sekolah atau komunitas itu.

Sayangnya, jika seorang anak dikucilkan dan tidak ada yang bertindak apa-apa, seorang anak mungkin tumbuh dewasa dengan berpikir bahwa ini adalah hal yang wajar, dan bahwa orang-orang yang telah didiskriminasi layak diperlakukan seperti ini karena karena mereka inferior dalam beberapa hal. Oleh karena itu, isu-isu prasangka dan diskriminasi sangat penting untuk ditangani, secara langsung saat isu tersebut terjadi, agar anak-anak memahami bahwa prasangka dan diskriminasi bukanlah hal yang dapat diterima. Bagaimana orangtua dapat membantu anak-anak mereka dalam hal ini? Di antaranya dengan membantu anak menjadi peka terhadap perasaan orang lain, pastikan mereka mengerti bahwa prasangka dan diskriminasi tidak adil, dan dengan mengajarkan anak untuk menghormati dan menghargai perbedaan dengan memberikan kesempatan untuk berinteraksi dengan orang-orang dari beragam kelompok.

Mengadopsi perilaku orang lain termasuk dalam teori pembelajaran sosial, maka ini bisa berarti bahwa seorang anak dapat mengadopsi perilaku baik dari panutan mereka, seperti contohnya menahan pintu terbuka untuk seseorang, atau perilaku buruk, seperti prasangka dan diskriminasi. Karena Indonesia adalah negara yang beragam, sangat penting bagi anak-anak untuk bergaul dengan orang-orang dari beragam latar belakang dan kemampuan. Agar hal ini terjadi, anak-anak harus siap hidup dan bekerja secara harmonis bersama orang lain yang mewakili berbagai dan banyak kelompok budaya ras, latar belakang dan kemampuan dalam masyarakat kita.

--

Diterjemahkan dari sites.psu.edu. Konteks mungkin disesuaikan dengan kondisi di Indonesia.

Bagikan referensi ini