3 Hal yang Paling Sering Ditanya Seputar Risak/Bullying

Merisak atau bullying dapat terjadi pada setiap usia. Kata bullying dapat menjadi momok yang menakutkan dan traumatis bagi sebagian orang. Saya jadi ingat cerita salah seorang teman yang bekerja di sebuah kantor multinasional di Jakarta. Ketika menjalani masa orientasi masuk Sekolah Menengah Atas (SMA), salah seorang kakak kelas memaksa teman saya untuk melakukan hal yang tidak disukainya. Tersimpan dalam ingatannya, suara makian dan bentakan yang bertujuan untuk menakut-nakuti menggema keras memenuhi ruangan kelas. Didorong oleh rasa takut yang luar biasa saat itu, akhirnya teman saya menuruti perintah kakak kelasnya. Yang saya tidak menyangka adalah, ternyata teman saya masih menyimpan kemarahan dan enggan bertemu dengan kakak kelasnya sampai saat ini.

Bicara lebih jauh tentang merisak atau bullying, dibawah ini adalah beberapa pertanyaan yang kerap ditanyakan oleh orang tua:

1. Dari usia berapa sih anak berpotensi bisa merisak temannya?

Walaupun jarang terjadi, perilaku agresif sebenarnya dapat terlihat sejak usia prasekolah. Ketika anak secara agresif menunjukkan perilaku untuk mendapatkan apa yang ia inginkan, secara berulang, maka hal ini dapat dikategorikan sebagai bentuk awal dari risak atau bullying.

Dibawah ini terdapat 2 situasi yang dapat menggambarkan bentuk risak:

a. Situasi 1: Seorang anak (4 tahun) senang duduk makan siang dengan teman baiknya. Ketika ada anak baru yang ingin duduk disebelahnya, anak tersebut

marah “kamu gak boleh duduk disini, kamu bukan temanku!” Guru kemudian datang, membantu anak untuk mengatasi masalahnya dengan mengajari bagaimana berteman yang baik dengan semua orang.

b. Situasi 2: Seorang anak (4 tahun) duduk makan siang dengan teman-temannya. Secara spesifik ia menunjuk beberapa orang temannya secara bergantian dan mengatakan “dia teman, dia bukan teman, dia teman, dia bukan teman”. Anak ini selalu mengulangi ucapannya tiap hari. Guru yang mendengar hanya mengucapkan “Hayo..tidak begitu, kita semua berteman disini!”

Pada situasi pertama, anak menunjukkan frustrasi dengan cara marah dan tidak mau berteman. Hal ini tidak menunjukkan perilaku merisak/bullying. Dalam kesempatan ini, guru datang dan memberikan intervensi berupa arahan pada anak bagaimana mengatasi masalahnya adalah tindakan mencegah terjadinya risak.

Sementara pada situasi kedua, perilaku anak mengekspresikan perasaan marahnya dengan menargetkan pada anak tertentu secara berulang dapat dikategorikan sebagai sikap merisak. Intimidasi yang dilakukan anak terjadi berulang karena tidak ada intervensi dari orang dewasa yang membatasi atau membantu anak mengatasi masalahnya.

2. Apa yang harus saya ajarkan pada anak saya agar ia mampu membela dirinya ketika dirisak?

Membela diri sendiri bukan berarti harus berkelahi. Membela diri dan berani bicara bukan berarti menantang lawan.

Anak perlu diajarkan beberapa cara efektif ketika menghadapi perisak, misalnya tinggalkan atau jauhi pelaku, tidak menunjukkan reaksi berlebihan dan bersikap tegas. Strategi ini perlu dilatih agar anak terbiasa menghadapinya ketika berada pada situasi sebenarnya.

3. Apakah merisak/bullying hanya terjadi di sekolah?

Bullying tidak selalu terjadi di sekolah. Ini dapat terjadi dimana saja, termasuk dengan saudara di rumah, teman baru yang bertemu di taman, mall atau tempat bermain umum lainnya. Bullying juga dapat terjadi melalui internet dan penggunaan gawai misalnya dengan pemasangan gambar atau status sosial media yang tidak pantas.


Sumber: keluargakita.com

Bagikan referensi ini