Anak-anak Meniru Orangtua Soal Prasangka
Pada anak-anak, pengalaman yang baik saat berinteraksi dengan teman yang berbeda (beda budaya, agama, dan lain-lain) dapat "terkalahkan" oleh pengaruh kata-kata penuh prasangka yang didengarnya dari orang dewasa di sekitarnya – begitu menurut sebuah penelitian baru.
Anak kelas 1 yang mendengar dari orang dewasa bahwa kelompok masyarakat tertentu "jahat" atau "tidak baik" akan menilai kelompok tersebut negatif, meskipun ia pernah mengalami interaksi yang positif dengan seorang teman dari kelompok tersebut. Meski demikian, saat kelas 5, anak akan lebih mengandalkan pengalamannya sendiri untuk membuat penilaian terhadap kelompok tertentu. Temuan ini dapat mempengaruhi bagaimana sekolah mengajarkan keragaman dan prasangka.
"Menurut penelitian kami, anak dengan usia yang lebih tua akan lebih dipengaruhi oleh pengalamannya sendiri, jadi tidak cukup bila kita hanya memberi ‘teori’ soal kesetaraan dan isu-isu yang berhubungan dengan keragaman," kata peneliti Sonia Kang, yang juga seorang psikolog di Universitas Toronto. "Kita perlu membantu menciptakan situasi yang kondusif yang akan memungkinkan pengalaman positif antar kelompok anak-anak yang berbeda ini terjadi."
Lewat penelitiannya, Sonia menyampaikan bahwa orang dewasa dapat membentuk ekspektasi anak terhadap prasangka dan stigma, dan "peringatan" bahwa kelompok masyarakat tertentu adalah kelompok yang negatif dapat menjadi bumerang di masa mendatang. Karenanya, Sonia mengingatkan orangtua dan guru untuk selalu fokus kepada dampak positif dari keragaman.
"Yang harus kita lakukan adalah mendorong anak untuk memiliki pengalaman positif dengan kelompok yang berbeda, dan mengajarkan anak untuk mengenali gejala diskriminasi saat melihatnya," ujarnya.
--
Diterjemahkan dari livescience.com. Konteks mungkin disesuaikan dengan kondisi di Indonesia.