Berbicara dengan Anak Kecil tentang Bias dan Prasangka

Dilengkapi dengan latihan untuk dipraktekkan di ruang kelas

Kebencian adalah sesuatu yang "dipelajari" dan bisa ditinggalkan

Tidak ada satu pun anak yang terlahir fanatik. Kebencian adalah sesuatu yang dipelajari, dan pastinya bisa ditinggalkan. Pakar-pakar perkembangan anak terkemuka berpendapat bahwa masalahnya dimulai sejak umur prasekolah, di mana anak-anak sudah belajar tentang stereotip atau sikap negatif terhadap orang yang berbeda. Proses melawan hal-hal negatif seperti itu dengan hal-hal yang positif dimulai sejak usia dini.

Louise Derman-Sparks, seorang pendidik dan spesialis perkembangan anak, mengangkat tiga masalah utama yang penting untuk diingat ketika berbicara dengan anak-anak tentang prasangka dan diskriminasi.

1. Anak-anak tidak buta warna

Bahwa anak kecil tidak memperhatikan perbedaan orang, terutama warna kulit atau bentuk fisik, itu cuma mitos. Kenyataannya, mereka sangat menyadari perbedaan ini, dan membutuhkan penjelasan yang berdasarkan fakta, sederhana, dan jujur. Mereka mungkin meminta penjelasan sejak usia dini. Penting untuk orangtua punya bekal untuk menjawab.

2. Berbicara tentang perbedaan tidak meningkatkan prasangka anak

Menyadari adanya perbedaan tidak sama artinya dengan menghindari, mengejek, atau takut akan perbedaan tertentu. Kesadaran itu bahkan tidak mengarah pada sikap negatif. Anak-anak belajar prasangka dari orang-orang dewasa yang penting dalam kehidupan mereka, media, buku, dan dari teman sebayanya. Orangtua dan anggota keluarga dewasa lainnya perlu bicara dengan anak-anak mereka, untuk memberikan informasi yang akurat, dan mendukung ketika perilaku mereka menandakan arti dari perbedaan dan bukan prasangka. Herannya, banyak orang dewasa yang susah membuka diri dan membuka pembicaraan dengan topik ini. Untuk orang dewasa ini, sebaiknya latihan berdiskusi dengan dewasa lain sebelum memulainya dengan anak-anak. Yang terpenting, orangtua dan anggota keluarga dewasa harus memastikan kata-kata bijak mereka selaras dengan tindakan mereka. Mengirim pesan yang kontradiktif hanya akan memperkuat prasangka dan stereotip.

3. Hanya membicarakan kesamaan saja tidak cukup

Sementara kita ingin anak-anak memahami hal-hal yang mengikat kita sebagai manusia, penting juga mereka memahami bahwa ciri khas, bahasa, dan adat, diekspresikan dengan cara yang berbeda-beda. Ketika kita terus-menerus mengatakan pada anak-anak "Lihat deh, mereka juga melakukannya sama seperti kita", kita mungkin menyiratkan bahwa kesamaan adalah satu-satunya hal yang membuat orang bisa diterima.

Berbicara dengan Anak Usia Prasekolah Tentang Keanekaragaman

Umur anak adalah salah satu faktor paling penting dalam mempertimbangkan bagaimana memulai diskusi tentang topik yang berhubungan dengan prasangka, diskriminasi, atau sederhananya hal-hal yang membuat orang berbeda. Yang perlu diingat adalah bahwa tidak pernah terlalu dini atau terlambat untuk berbicara dengan mereka tentang menghargai keragaman.

Selama masa prasekolah, anak mulai memperhatikan aspek identitas fisik. Pada sekitar umur 2 tahun, anak jadi semakin sadar gender. Hal ini diikuti oleh rasa ingin tahu tentang warna kulit, warna dan tekstur rambut, bentuk dan warna mata, dan ciri fisik lainnya. Kesadaran akan disabilitas cenderung menyusul, tapi beberapa balita mulai memperhatikan disabilitas yang lebih jelas terlihat, misalnya orang yang memakai kursi roda. Biasanya antara umur 2 dan 3 tahun, anak-anak akan mulai memperhatikan aspek budaya dari pengaruh gender. Misalnya, mereka mungkin memperhatikan fakta bahwa anak perempuan cenderung bermain dengan boneka sementara anak laki-laki bermain dengan mobil-mobilan. Mereka mungkin juga mulai mengenali perbedaan etnis, memperhatikan bahwa tiap anak makan makanan yang berbeda dan merayakan hari besar yang berbeda. Ketika mereka mulai memperhatikan perbedaan, anak umur 2 tahun mungkin menunjukkan tanda-tanda "pra-prasangka" dengan bersikap takut atau tidak nyaman. Tanpa bisa mengungkapkan kekuatiran mereka ini dengan kata-kata, mereka mungkin menghindari atau mengabaikan anak yang mereka anggap berbeda,

Anak-anak umur 3 dan 4 tahun mulai memperluas pengamatan mereka akan perbedaan dan mencari penjelasan untuk perbedaan itu. Mereka menunjukkan kesadaran yang lebih besar akan penampilan mereka sendiri dan penampilan orang lain. Mereka bertanya tentang asal mereka mendapatkan warna kulit, rambut, dan mata, atau kenapa kelompok orang tertentu mendapat nama panggilan yang mencerminkan warna kulitnya, bukan bagaimana mereka sebenarnya.

Bukan hal yang aneh kalau mereka bertanya, "Apa warna kulitku akan tetap begini, atau akan berubah kalau aku besar nanti? Kok warna kulit temanku beda? Kok rambut Ayah keriting, tapi rambutku lurus?"

Anak umur lima tahun mulai membangun identitas kelompok etnis, juga identitas individu. Mereka bisa lebih mengeksplorasi rentang perbedaan di dalam dan di antara kelompok ras dan etnis, juga rentang kesamaan antar kelompok. Mereka bisa mulai mengerti penjelasan ilmiah untuk perbedaan warna kulit, tekstur rambut, dan bentuk mata. Mereka menerima penggunaan golongan dan berusaha untuk mengetahui dalam golongan atau kelompok mana mereka berada.

Penting untuk mengingat tahap perkembangan ini ketika membahas masalah keberagaman dengan anak-anak prasekolah. Apa yang ada dan tidak ada dalam lingkungan anak akan memberi mereka informasi penting tentang siapa dan apa yang utama. Karena itu harus ada usaha menciptakan keadaan lingkungan yang memungkinkan kita untuk membahas keberagaman budaya. Bisa dengan mendekorasi kamar anak dengan beragam materi, atau kalau mereka sudah mengikuti PAUD, kita bisa bekerjasama dengan guru agar ruangan kelasnya juga mendukung. Putarlah musik yang liriknya menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing, dan coba perkenalkan mereka pada permainan-permainan dari provinsi atau belahan dunia lain. Buatlah proyek keterampilan yang memperkenalkan beragam tradisi budaya. Tarian dan dongeng adalah dua cara efektif untuk memperkenalkan budaya yang berbeda pada anak-anak.

Menciptakan lingkungan yang kaya akan kesempatan untuk membahas keragaman:

  • Membantu anak-anak mengembangkan gagasan mereka tentang diri sendiri dan orang lain
  • Menciptakan kondisi di mana anak-anak memulai obrolan tentang perbedaan
  • Menyediakan keadaan untuk orang dewasa mengenalkan aktivitas tentang keragaman

Ketika menentukan apa yang akan dimasukkan dalam kamar anak atau ruang kelas prasekolah, jangan sampai secara tidak sengaja memajang gambar, buku, atau benda-benda yang menguatkan stereotip. Sebaliknya, perlihatkan gambar orang-orang yang menikmati beragam adat dan aktivitas, tinggal dalam lingkungan yang berbeda-beda, dan berada dalam kelompok sosial ekonomi yang beragam, termasuk orangtua tunggal, orang tua lengkap, dan keluarga besar. Selain itu, penting juga untuk tidak menimbulkan kekeliruan antara pola hidup sebuah golongan di masa lalu dengan pola hidup modernnya, atau kegiatan perayaan di hari raya dengan kegiatan sehari-hari.

Mengajar Anak-anak Dimulai dengan Melihat Diri Kita Sendiri

Orangtua, pengasuh, dan guru menghadapi masalah-masalah keberagaman setiap hari. Pertama-tama kita harus benar-benar melihat diri sendiri dan mengamati prasangka dan asumsi kita sendiri. Apakah "filter" yang mempengaruhi cara kita melihat dunia? Kata-kata apa yang digunakan untuk mengajarkan anak-anak kita tentang budaya sendiri dan budaya di lingkungan mereka? Apakah perilaku kita sesuai dengan ucapan kita? Kalau anak melihat bahwa orang-orang berbeda yang berinteraksi dengan kita hanyalah orang-orang yang pelayanannya kita bayar, maka kita akan memberi kesan tertentu tentang bagaimana kita memandang perbedaan.

Kita harus berusaha mengintegrasikan beragam informasi ke dalam percakapan dan aktivitas sehari-hari. Mengaitkan jenis percakapan ini dengan waktu-waktu tertentu atau dengan hari raya atau bulan tertentu memberi kesan bahwa kegiatan ini tidak penting dibandingkan aktivitas lainnya. Kita harus mencari peluang yang menghubungkannya dengan aktivitas harian atau mingguan anak-anak.

Kita harus mempersiapkan diri untuk merespon tindakan-tindakan atas dasar prasangka, bahkan ketika tindakan itu tidak disengaja. Anak-anak akan mengamati bagaimana orang dewasa dalam kehidupan mereka melakukan intervensi ketika seseorang menjadi sasaran dari perlakuan diskriminatif yang menyakitkan. Diam ketika berhadapan dengan ketidakadilan memberikan kesan bahwa kita memaafkan atau menganggap perilaku itu tidak layak mendapat perhatian. Kita harus menerangkan kepada anak-anak bahwa mengejek adalah perilaku yang tidak bisa ditolerir, dan menjelaskan dasar pemikiran "zero tolerance" pada prasangka.

When Life Hands You a Lemon, Peel It

Kita sering berpikir bahwa mengajarkan anak kita tentang keragaman adalah hal yang panjang dan sulit. Tapi seperti yang ditunjukkan oleh latihan berikut, ini bisa sesederhana mengupas jeruk:

Kumpulkan sekelompok anak kecil dan beri mereka buah jeruk satu per satu. Beritahu mereka untuk mengenali jeruk masing-masing dengan mencium baunya, meraba bentuknya, melemparnya ke udara, dan menggulingkannya. Setelah beberapa menit, kumpulkan jeruk-jeruk tadi dalam satu keranjang besar. Lalu, mintalah anak-anak untuk menemukan jeruk mereka masing-masing dari tumpukan dalam keranjang tadi. Hebatnya, kebanyakan bisa langsung menemukan punya mereka. Beberapa bahkan akan jadi protektif terhadap jeruknya.

Selanjutnya, minta anak-anak ini untuk menceritakan bagaimana mereka bisa mengenali jeruk masing-masing. Jawaban mereka biasanya berbeda. Mungkin akan ada yang menjawab, "Jerukku besar," atau, "Jerukku sempurna." Yang lain akan menjawab, "Jerukku penyok dan memar-memar." Ini akan memulai diskusi tentang bagaimana manusia juga seperti itu, berbeda ukuran, bentuk, warna, dan "penyok dan memar".

Setelah membahas pemikiran-pemikiran tadi, kumpulkan lagi jeruknya. Kali ini, kupas semua jeruk dan masukkan lagi ke dalam keranjang, tanpa kulitnya. Setelah itu mintalah anak-anak untuk menemukan lagi jeruknya masing-masing. Dalam kebingungannya, reaksi anak-anak selalu menarik. "Tapi kan, semua jeruk kelihatannya sama!" kata mereka. Ini membuka kesempatan untuk berdiskusi tentang bagaimana manusia, seperti jeruk, semua hampir sama di dalam kulitnya.

Walaupun cuma dibutuhkan 15 menit dan sekeranjang jeruk untuk mengajarkan anak tentang keberagaman, dibutuhkan usaha yang penuh kesadaran dan perhatian seumur hidup untuk memastikan pelajaran itu diingat terus. Sebagai orangtua dan anggota keluarga dewasa, kita harus berkomitmen untuk itu.

--

Diterjemahkan dari adl.org. Konteks mungkin disesuaikan dengan kondisi di Indonesia.

Bagikan referensi ini